Oleh: Roedy Silitonga – Dosen Agama dan Teologi Universitas Pelita Harapan, Karawaci.
Pendahuluan
Pancasila adalah dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang menjadi arah dan tujuan di setiap bidang kehidupan di negeri ini, baik yang dilakukan secara individu maupun secara komunitas bagi seluruh rakyat Indonesia di manapun berada. Kita bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karunia-Nya dengan dirumuskan dan ditetapkan oleh negara bahwa Pancasila satu-satunya azas untuk berdemokrasi dan membangun peradaban Indonesia.
Dalam memperingati lahirnya Pancasila, kita perlu kembali mengevaluasi diri sampai sejauh mana penerapan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara untuk mengatur hubungan antara manusia dan TUHAN, hubungan antara sesama manusia, dan hubungan antara manusia dan lingkungan hidup di negeri ini. Tiga hubungan tersebut diwujudkan di dalam 5 Sila dari Pancasila yang dapat direfleksikan dan diterapkan dalam setiap aktivitas warga negara Indonesia di manapun berada.
Refleksi Teologis tentang Lima Sila dari Pancasila
Sila Pertama, KeTuhanan Yang Maha Esa. Dalam sila pertama ini kita dapat merefleksikan hubungan antara pribadi atau komunitas dengan TUHAN melalui sarana agama dan atau kepercayaan yang dianut oleh masing-masing warga negara Indonesia dengan bebas dan penuh tanggung jawab. Refleksi teologis dari sila pertama ini bahwa Pertama, setiap warga negara percaya adanya TUHAN Yang Maha Esa dan mengenal TUHAN secara pribadi berdasarkan anugerah-Nya melalui firman Tuhan yang diwahyukan-Nya sebagai dasar dan arah untuk melakukan perintah TUHAN dengan benar dan baik. Kedua, setiap warga negara menghargai penganut agama dan atau kepercayaan lain dengan sikap dan tindakan kasih tetapi tidak mengikuti mencampur-adukan ritual atau sistem ibadah agama atau kepercayaan lain. Ketiga, setiap warga negara tidak melakukan upaya apapun yang sifatnya menghina, menista, dan meremehkan, penganut agama atau kepercayaan lain dan bahkan semua ritual keagamaan atau kepercayaan itu. Keempat, setiap warga negara berjuang melaksanakan toleransi antar umat beragama dan kepercayaan antar warga negara Indonesia dengan tetap menjunjung tinggi kehidupan yang benar, yang adil, dan yang suci sesuai dengan prinsip-prinsip kasih dan kebenaran yang diajarkan oleh TUHAN.
Sila Kedua, Kemanusiaan yang adil dan beradab. Dalam sila kedua ini, refleksi teologis yang dapat dinyatakan berkaitan dengan kemanusiaan dan karakter yang saleh sebagai berikut: Pertama, setiap warga negara meyakini bahwa TUHAN menciptakan manusia menurut gambar-Nya, yang memiliki akal, kemampuan relasi dan kekuatan mengelola bumi dengan baik. Karena itu setiap warga negara tidak boleh merendahkan atau meremehkan siapa pun, dan sebaliknya manusia tidak boleh ditinggikan atau disembah seperti TUHAN. Kedua, setiap warga negara menyadari sepenuhnya bahwa manusia adalah ciptaan terbatas, lemah dan rapuh yang sudah berdosa dan yang membutuhkan penebusan TUHAN. Karena itu itu setiap warga negara wajib memanusiakan manusia dengan benar, adil dan suci dengan hidup sesuai hukum moral, hukum sipil, dan hukum agama secara utuh dan konsisten. Ketiga, setiap warga negara bertanggung jawab meningkatkan peradaban manusia melalui berbagai ilmu pengetahuan (sain, sosial, humaniora, dan seni), yang dikembangkan di dalam keluarga, sekolah, kampus dan tempat bekerja atau bisnis. Keempat, setiap warga negara berjuang segiat-giatnya membangun hubungan yang harmonis dan yang bermanfaat bagi sesama warga negara Indonesia melalui kerjasama atau kemitraan dengan semua pihak yang ada di dalam konteks hubungan yang ada di dalam setiap institusi dalam masyarakat. Kelima, setiap warga negara menolak segala bentuk kejahatan kemanusiaan, seperti diskriminasi keagamaan dan atau ras, perbudakan, pelecehan gender dan penghinaan terhadap seseorang yang berbeda dengan dirinya. Keenam, setiap warga negara tahu dan mengerti benar dari ajaran Kristen bahwa tidak diperbolehkan pernikahan sejenis atau perceraian atau pernikahan poligami tetapi ketika diketahui ada orang-orang yang melakukannya maka setiap warga negara tetap memiliki sikap mengasihi dengan benar tetapi tidak melakukan persetujuan terhadap tindakan mereka. Setiap warga negara berusaha untuk memahami mereka yang berbeda dengan harapan ada kesempatan menyampaikan prinsip hidup yang benar dan menunjukkan jalan yang lebih utama sebagai manusia seutuhnya tanpa perlu menghakimi kondisi mereka. Ketujuh, setiap warga negara berjuang membantu orang miskin, menyediakan pekerjaan layak dengan sistem upah dan gaji yang layak dan proporsional, serta empati terhadap penderitaan sesama rela berjuang untuk kehidupan sesama.
Sila Ketiga, Persatuan Indonesia. Refleksi teologis pada sila ketiga ini terdiri atas: Pertama, setiap warga negara menyadari, mengakui dan menghargai adanya perbedaan suku, ras, bangsa, agama, kepercayaan dan golongan, sebagai keniscayaan yang tidak dapat singkirkan atau diabaikan. Karena setiap warga negara mengetahui bahwa keanekaragaman atau kemajemukan merupakan wujud dari kekaryaan TUHAN di alam semesta, di bumi ini, di Indonesia, dan bahkan di dalam tiap-tiap orang yang ada sebagai warga negara. Kedua, prinsip yang kesetaraan dalam kemajemukan mendorong dan mengarahkan kesatuan dari setiap entitas yang diciptakan dan dipelihara oleh TUHAN, di mana seluruh ciptaan ada di dalam sistem kehidupan yang saling bergantung dan membutuhkan dalam menjalankan peran dan fungsinya masing-masing yang termanifestasi dalam keindahan, keteraturan, dan kebaikan. Ketiga, setiap warga negara berjuang untuk hidup dalam persatuan sebagai sebuah bangsa dan negara di Indonesia. Persatuan itu tidak mengubah atau menyingkirkan kekayaan berbagai perbedaan, keunikan dan keagungan dari tiap-tiap agama, kepercayaan, ras, etnis kelompok, dan kelas-kelas sosial budaya. Prinsip yang perlu dan penting diterapkan untuk membangun dan memelihara persatuan adalah kesetaraan sebagai sesama warga negara untuk bersama-sama membangun peradaban yang adil dan sejahtera di setiap sektor kehidupan di negeri ini. Keempat, setiap warga negara menolak adanya segala bentuk paham radikalisme, intoleransi, dan upaya-upaya untuk memisahkan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Sila Keempat, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan. Refleksi teologis pada sila ini dapat dijabarkan dalam pengertian: Pertama, Setiap warga negara sebagai rakyat Indonesia menyadari bahwa rakyat berdaulat atas tanah air, yang sesungguhnya semua itu milik TUHAN. Karena itu setiap warga negara sebagai rakyat wajib dipimpin oleh hikmat dalam menyampaikan pendapat, pemikiran dan tindakan agar tidak melanggar hak asasi manusia dan tidak merugikan siapa pun dengan alasan apa pun. Kedua, Wakil-wakil rakyat sebagai anggota DPR, DPRD, dan DPD wajib bekerja keras dengan benar, adil dan suci sehingga sungguh-sungguh semua rakyat diperhatikan tanpa diskriminasi. Mereka tidak lagi hanya sebagai wakil partai politik atau kelompok atau golongan tertentu. Mereka mewakili rakyat sebagai pelayan rakyat, bukan bos sehingga tidak semena-mena membuat dan mensahkan undang-undang yang akan diterapkan bagi rakyat. Ketiga, Pemerintah sebagai penyelenggara pemerintahan di negara ini wajib menjadi penatalayanan yang benar, adil dan suci supaya tidak ada tindakan korupsi, kolusi dan nepotisme yang merugikan dan menghambat pembangunan kesejahteraan di setiap sektor bagi seluruh rakyat Indonesia. Setiap menteri dan pejabat negara di setiap kementerian dan BUMN wajib hidup dan bekerja keras hanya untuk mensejahterakan rakyat dan bertindak adil tanpa ada diskriminasi. Presiden, Wakil Presiden, Menteri dan pejabat yang korup wajib diberhentikan, diadili, dipenjara, dan dimiskinkan sebagai pertanggung jawaban kepada TUHAN dan rakyat. Kelima, selain itu Rakyat dan Pemerintah wajib melaksanakan UUD 1945 dengan benar dan baik.
Sila Kelima, Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Refleksi teologis pada sila kelima berkaitan dengan konsep keadilan TUHAN. Prinsip-prinsip penting dalam menegakkan keadilan dan menjalankannya dengan benar sebagai berikut: Pertama, setiap warga negara wajib berpartisipasi aktif dalam membangun bangsa ini secara adil dan merata di seluruh wilayah di Indonesia, baik di pedalaman, di dusun, di desa, di kota kecil, di kota, dan di kota-kota besar. Kedua, Negara melalui DPR, Pemerintah, dan Institusi Yudikatif berjuang bersama membangun rakyat di seluruh wilayah Indonesia, meningkatkan kesejahteraan rakyat, meningkatkan kualitas rakyat melalui pendidikan secara utuh dan lengkap dari sejak dini sampai perguruan tinggi, selain itu Pemerintah juga wajib meningkatkan kualitas kesehatan rakyat dengan serius dan terdistribusi di seluruh wilayah. Ketiga, setiap warga negara Indonesia mendapatkan pekerjaan yang baik, penghidupan yang layak, menjalankan ibadah dengan bebas bertanggung jawab, serta saling menolong satu sama lain.
Implementasi Refleksi Teologis Dalam Konteks Kekinian
Setiap warga negara Indonesia berjuang dan berupaya menerapkan prinsip-prinsip dan nilai-nilai Pancasila secara konsisten dan berkelanjutan di setiap institusi atau kelembagaan dari keluarga, sekolah dan kampus, tempat bekerja dan bisnis untuk memanifestasikan keadilan dan kesejahteraan secara menyeluruh dan utuh di seluruh tempat di Indonesia. Setelah lebih dari 2 tahun pandemi Covid-19 dialami dan dihadapi oleh setiap warga negara Indonesia, saatnya bangkit dalam berbagai usaha untuk kembali memulihkan kondisi yang tidak baik sebelumnya. Karena itu Pemerintah perlu menuntaskan isu isu nasional seperti kelangkaan atau harga minyak goreng yang belum stabil, peluang bisnis di berbagai sektor khususnya pertanian perkebunan peternakan, dan sektor jasa lainnya.
Di pihak lain, setiap warga negara berpartisipasi aktif dan produktif untuk berkolaborasi dengan setiap pihak agar Apa yang diharapkan untuk hidup sejahtera bagi setiap rakyat Indonesia dapat terwujud dengan baik. Karena itu negara dan pemerintah serta seluruh rakyat berjuang bersama menegakkan keadilan dengan tegas dan bijaksana agar setiap pelaku kejahatan seperti koruptor, pengedar narkoba, dan para penipu keuangan melalui media online segera di Adili dan dipenjara sesuai dengan hukum yang berlaku tanpa diskriminasi. Sejalan dengan itu penerapan prinsip-prinsip dan nilai-nilai Pancasila diwujudkan di dalam pendidikan di sekolah dan di kampus secara masif, sistematis dan terstruktur dengan tetap memperhatikan kebutuhan dan konteks zaman serta strategi yang efektif untuk generasi saat ini dan akan datang. Karena pendidikan informal atau formal merupakan institusi yang memiliki kewenangan dan kesempatan menerapkan pemikiran yang ada pada prinsip-prinsip dan nilai-nilai Pancasila secara terbuka dan bertanggung jawab sehingga menghasilkan peradaban yang berkualitas. Sekalipun ada banyak tantangan dan bahkan hambatan dari dalam maupun luar untuk menerapkan prinsip-prinsip dan nilai-nilai Pancasila tersebut Namun warga negara Indonesia tetap harus optimis dan kreatif untuk menerapkannya dengan menciptakan kebudayaan yang Pancasilais di manapun berada.
Kesimpulan
Setiap warga negara Indonesia berkewajiban penuh dan bertanggung jawab untuk mempertahankan, memperjuangkan dan menerapkan prinsip dan nilai dari Pancasila di setiap sektor kehidupan. Upaya apa pun untuk mengubah, menambah atau mengganti Lima Sila dari Pancasila merupakan tindakan makar dan melawan hukum yang harus ditindak tegas oleh Negara dan Pemerintah. Karena tanpa ada Pancasila, Negara Kesatuan Republik Indonesia akan menjadi sebuah negara dalam sejarah saja. Kita perlu mengingat bahwa setiap warga negara Indonesia tidak hanya mengetahui dan mengerti konsep pemikiran berbangsa dan bernegara dengan dasar Pancasila saja. Namun prinsip-prinsip dan nilai-nilai Pancasila wajib diwujudkan sebagai gaya hidup dari warga negara Indonesia dimana pun berada dan beraktifitas yang merdeka dan bermartabat. Selamat hari Pancasila, jayalah Indonesia (01062022).