JOURNALREPORTASE- Instruksi Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prasetyo kepada anggotanya untuk tidak melakukan pungutan liar (pungli) nampaknya hanya isapan jempol saja.
Bahkan inisiasi Kapolri pun untuk mempermudah uji praktik lapangan berkendara yang sebelumnya sangat sulit bagi pemohon SIM tidak sepenuhnya dijalankan. Lebih dari separoh pemohon mendapkan SIM dengan sangat mudah tanpa mengikuti uji tersebut.
Istruksi dan inisiasiatif Kapolri tersebut nampaknya tidak diindahkan oleh jajaran petugas Satuan Penyelenggara Administrasi SIM (Satpas) Polres Sumedang Jawa Barat. “Oknum tersebut melanggar untuk sekedar mendapatkan keuntungan pribadi.
Lihat saja yang dialami pemuda lajang berinisial DS ketika ingin mendapatkan SIM C. Dirinya harus mengeluarkan dana lebih mahal dari biaya resmi.
Warga Cikurubuk tersebut mengaku dengan “bantuan” seseorang yang baru dikenalnya dalam waktu kurang dari satu jam tanpa tes teori dan praktik, dirinya bisa mendapatkan SIM.
“Pas saya ngopi di warung dekat situ, ada yang nanya saya mau ngapain. Saya bilang mau urus SIM. Dia langsung nawarin bantuan dan bilang ‘bisa, Rp700 ribu paling lama setengah jam selesai,” kata DS, Senin (30/6/2025).
DS hanya diminta menyerahkan KTP, lalu diarahkan untuk foto dan mengisi data. Proses selesai dalam hitungan menit. Tanpa antre, tanpa ujian.
Padahal, biaya resmi pembuatan SIM C sesuai aturan pembuatan baru maupun perpanjangan, telah diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 60 Tahun 2016 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang berlaku pada Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Biaya pembuatan SIM C baru per Januari 2025 senilai Rp100.000 per penerbitan. Artinya, ada selisih lebih berkali-kali lipat yang masuk ke kantong pihak tak bertanggung jawab.
Jika praktik serupa terjadi setiap hari, dan dilakukan oleh ratusan pemohon, potensi uang haram yang masuk bisa mencapai ratusan juta rupiah per bulan.
Tentu, fenomena ini menjadi pukulan telak terhadap citra pelayanan publik, khususnya di institusi kepolisian yang tengah mengusung transformasi menuju Polri yang Presisi (Prediktif, Responsibilitas, Transparansi, dan Berkeadilan).
Menanggapi maraknya pungli dan percaloan di SATPAS SIM Polres Sumedang tersebut, Ketua Umum Corruption Investigation Committee, Raden Bambang menyayangkan masih adanya praktek kotor yang terjadi dalam penerbitan SIM.
Menurutnya, dengan maraknya calo dan pungli disana, seolah-olah apa yang terjadi mendapat “bekingan” dari para atasan yang ada.
“Karena terus berlangsung, saya menduga ada aksi setor menyetor sehingga para pejabat terkesan tutup mata,” katanya.
Dengan kondisi tersebut, Raden Bambang menyampaikan tampaknya tidak ada yang mau menjalankan instruksi Kapolri. Karenanya, sudah sepatutnya dilakukan pergantian secara total terhadap pihak-pihak yang bersinggungan dalam hal penerbitan SIM tersebut.
“Sudah saatnya dilakukan “Bedol Desa” di Satlantas Polres Sumedang untuk mengembalikan kepercayaan publik dalam urusan pembuatan SIM,” tandasnya.