Indonesia dan Hambatan bagi Kandidat Independen

(oleh : Fran Fardariko )

Journalreportase, – Selama beberapa tahun terakhir, sikap anti-elit telah menjadi salah satu faktor penentu utama dalam pilihan pemilih, menggantikan konflik ideologi tradisional. Dalam penelitian ini, saya, Fran Fardariko sebagai independent analyst, menyelidiki apakah sikap anti-elit berkontribusi terhadap keberhasilan kandidat independen di berbagai negara, dengan fokus pada kasus Chile. Eksperimen ini menunjukkan bahwa pemilih dengan orientasi anti-elit cenderung lebih memilih kandidat independen. Hal ini penting karena mendukung kandidat independen dapat mendorong politik yang lebih personalistik tanpa melemahkan akuntabilitas demokrasi atau mendorong konflik antara eksekutif dan legislatif.

Mengapa Independensi Politik Menjadi Relevan?

Sikap anti-elit, yang menonjolkan konflik moral antara “rakyat” dan “elit korup,” telah menjadi semakin menonjol di berbagai negara, termasuk Spanyol, Turki, Amerika Serikat, Kanada, Chile, dan Venezuela. Ketidakpuasan terhadap elit politik telah menggantikan pertarungan ideologis tradisional antara kiri dan kanan sebagai faktor kunci dalam pilihan pemilih. Gerakan ini telah mendorong munculnya kandidat independen di banyak negara.

Fenomena Kandidat Independen

Keberhasilan kandidat independen dalam pemilu di berbagai negara menunjukkan tren global menuju politik independen. Misalnya, pada tahun 2022, Rodolfo Hernandez hampir memenangkan pemilu di Kolombia sebagai calon independen. Pada tahun 2016, Patrice Talon terpilih sebagai presiden Benin sebagai pengusaha independen, dan pada tahun 2018, Salome Zourabichvili menjadi presiden wanita pertama Georgia sebagai kandidat independen.

Indonesia dan Hambatan bagi Kandidat Independen

Di Indonesia, ketidakpercayaan terhadap partai politik semakin meningkat. Namun, sistem politik di Indonesia menghambat jalur kandidat independen dengan persyaratan dukungan yang hampir tidak masuk akal, seperti memerlukan 6% dari total jumlah pemilih. Contoh kasus adalah pasangan Dharma Pongrekun dan Kun Wardhana di Jakarta, yang meskipun sudah mendapatkan dukungan 1,2 juta penduduk, masih belum memenuhi syarat verifikasi oleh KPUD Jakarta. pasangan tersebut hanya memenuhi syarat dukungan ktp beserta formulir dengan jumlah 440 ribu, masih di bawah ambang batas minimum persyaratan yang mana 618 ribuan ktp.

Perbandingan dengan Negara Lain

Negara-negara seperti Chile, Kolombia, dan Kanada telah menerapkan sistem yang mempermudah kandidat independen untuk mencalonkan diri. Di negara-negara tersebut, kandidat independen hanya membutuhkan beberapa ribu dukungan atau petisi, yang dapat diperoleh melalui organisasi masyarakat, persetujuan parlemen dari komisi pemilu independen/partai, atau dukungan perorangan. Sistem ini mendukung program demokrasi dan menjawab ketidakpuasan publik terhadap elit partai yang korup.

Kesimpulan

Pembukaan jalur independen dengan kemudahan-kemudahan yang diberikan dapat menjadi solusi bagi ketidakpuasan publik terhadap kandidat jalur tradisional. Dengan batas dukungan minimum, jalur independen dapat menjadi alternatif yang lebih banyak dan beragam bagi pemilih. Hal ini diharapkan dapat membawa pembaharuan program dan tata kelola pemerintahan yang lebih mandiri dan berpihak kepada masyarakat. Mendorong independensi politik adalah langkah penting dalam memenuhi keinginan publik untuk memperbaiki demokrasi dan mengatasi ketidakpuasan terhadap elit partai yang ada.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *