Film Moonrise Over Egypt, Kisah Perjuangan Diplomatik Agus Salim Lewat Sentimen ke Islaman

JournalReportase.com, Menjelang penayangannya mulai 22 Maret 2018 di bioskop, film ‘Moonrise Over Egypt’ garapan TVS Films, baru saja menggelar gala premiere-nya di kawasan Epicentrum, Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat (16/3) malam. Sebelum dibuat film, naskah film ini diterbitkan dalam novel berjudul ‘Tha Grand Old Men’

“Kisah di film ini jelas sekali menunjukkan bahwa perjuangan Agus Salim ketika itu melakukan lobi-lobi politiknya ke Mesir supaya Indonesia diakui sebagai sebuah negara yang berdaulat adalah lewat sentimen ke Islaman. Sama seperti JK yang membawa misi perdamaian Indonesia untuk Palestina lewat sentimen ke Islaman. Hal ini kerap digunakan para politikus guna mencapai kesepakatan diplomasi International, lantaran Indonesia sebagai negara yang basis muslimnya terbesar di dunia,” kata pengamat politik Arbi Sanit.

Film arahan sutradara Pandu Adiputra itu bercerita tentang perjuangan H. Agus Salim dan tim delegasi yang dipimpinnya pada medio April 1947, untuk mencari pengakuan de jure dari pemerintah Mesir atas kedaulatan dan kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945.

Mereka adalah Haji Agus Salim yang sekaligus menjadi pemimpin delegasi, kemudian Abdurrachman Baswedan, Mohammad Rasjidi serta Nazir Datuk Sutan Pamuntjak pada April 1947. Dengan bantuan Sekretaris Jenderal Liga Arab, Abdul Rahman Hassan Azzam Pasya dan orang kepercayaannya, Muhammad Abdul Mun’im, keempat orang itu diagendakan bertemu dengan Perdana Menteri Mesir, Mahmud Fahmi El Nokrasyi Pasya.

Namun yang harus dihadapi rombongan itu nyatanya tidak semulus rencana, karena Duta Besar Belanda untuk Mesir saat itu, willem Van Recteren Limpurg, meluncurkan serangkaian taktik untuk menggagalkan misi para delegasi Indonesia tersebut.

Didampingi ahli strategi bernama Comelis Adriaanse, Willem kemudian melakukan lobi politik terhadap Perdana Menteri Nokrashy, dan menyusupkan mata-mata mereka ke dalam kelompok delegasi Indonesia. Kedua pejabat Belanda ini berhasil mempenharuhi Nokrashy, sehingga membuatnya memutuskan untuk menunda rencana kerjasama bilateral dengan Indonesia yang menjadi tanda legitimasi kedaulatan Indonesia dikancah politik International.

Amir Sambodo selaku Executive Produser mengaku melakukan 40 persen proses syuting film tersebut di Kairo, namun di sejumlah scene latar pemandangannya justru malah menggunakan efek komputerisasi sementara suasana kota Kairo nya sendiri tidak terlalu di tampakkan secara utuh di dalam film.

Kendati demikian, sebagai salah satu film berlatar belakang sejarah perjuangan bangsa, Moonrise Over Egypt dipastikan akan menambah jumlah referensi film sejarah yang merekam momen-momen berharga perjuangan kemerdekaan Indonesia.

Sementara itu arktris imut dan cantik Ina Marika terlihat demikian totalitas memainkan perannya sebagai gadis melayu asal Klantan yang sedang belajar di Kairo, Mesir.

“Saya berperan sebagai Zahra. Cukup banyak tantangan saya bermain di film biopik ini,” kata Ina.

Ina yang mengawali karier dengan membintangi FTV Cinderella Rasa Cokelat itu mengaku harus belajar bahasa Melayu. Selama dua bulan dia membuat logat bahasanya seperti orang Melayu pada umumnya.

“Dua bulan lebih saya belajar bahasa Melayu. Susah lho ternyata. Saya sempat tak tidur juga,” kisahnya.

Selain Ina Marika film yang menceritakan sosok pahlawan Agus Salim ini juga dibintangi oleh Reza SMASH dan Satria Mulia.

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *