Malang benar nasib Suratno warga Negara Indonesia ini. Selama 9 tahun sengketa tanahnya tak kunjung usai. Sengketa tanah ini berawal dari adanya kesepatan antara Suratno dalam utang piutangnya kepada Margoto dengan jaminan sertifikat tanah. Suratno memenuhi kewajibannya membayar utang dengan mencicil melalui transfer bank. Namun malang selang beberapa waktu sertifikatnya sudah berubah nama kepemilikannya tanpa sepengetahuan Suratno seolah-olah telah terjadi transaksi jual beli atas lahan tersebut.
“Saya tidak pernah melakukan transaksi jual beli atas tanah dan bangunannya dengan Saudara Margoto yang seolah olah telah terjadi jual beli, semua hanya masalah hutang piutang dan perjanjin kerjasama,” ujar Suratno didampingi kuasa hukumnya 19/10/2016 di Jakarta.
“ Proses yang seakan akan terjadi transaksi jual beli ini telah di buktikan dengan hasil yang di keluarkan oleh pihak kepolisan yang menyatakan kwitansi jual beli senilai 340 juta tersebut identik dengan kepalsuan dari hasil Laboratorium atas laporan Pidana,” tambah Sumarna, SH kuasa hukum Suratno.
Awal permasalahan pada saat Suratno menghadap seorang notaris, dan Suratno menandatangani secarik kertas (Blangko Kosong) tanpa berita acara yang disodorkan oleh notaris.
“Waktu itu saya beserta istri dan seorang rekan datang ke notaris dan di minta menanda tangani blanko kosong,” ungkap Suratno.
” Klien kami saat itu menandatangani blangko kosong yang didampingi istrinya di hadapan notaris. Dan bisa dikatakan, permasalahan berawal dari sini. Dugaan saya, ada celah untuk mengarahkan klien saya agar terjadi Perjanjian Perikatan Jual Beli (PPJB). Karena tanda tangan di kertas kosong. Karena itu kami terus berjuang untuk mencari keadilan dengan kembali mengajukan PK pada September 2016 ini,” tegas Sumarna SH.
Dalam kurun waktu 9 tahun kasus sengketa ini telah melewati beberapa persidangan dan putusan yang cukup alot.
“Dengan hasil yang sangat menyedihkan dari hakim tingkat pertama dan kemudian Jaksa penuntut umum melakukan ketahapan proses hukum selanjutnya yaitu kasasi. Dan kemudian di tingkat kasasi saudara Margoto dan Sri Jarwati mendapat ganjaran hukuman selama dua tahun kurungan” terang kuasa hukum Suratno.
Meskipun telah diputuskan hukuman dua tahun kurungan bagi Margoto dan istri. Kasus ini kembali bergulir karena pihak Margoto mengajukan Peninjauan Kembali (PK).
“Pada Peninjauan Kembali dengan keputusan Hakim Agung yang tidak mengakui dari hasil laboratorium yang menyatakan adanya pemalsuan terhadap kwitansi yang seolah olah terjadi transaksi jual beli, Margoto di putuskan Bebas”, ungkap Sumarna, SH.
Mahkamah Agung (MA) yang menjadi benteng terakhir bagi para pencari keadilan tidak sesuai yang diharapkan.
“Adanya oknum yang belum sepenuhnya memahami proses dan bukti hukum di lingkungan MA menjadi kendala bagi proses klien kami. Namun pastinya, kami tidak akan berhenti disini. Proses sedang kami lanjutkan dengan laksanakan Peninjauan Kembali (PK). Selain PK kami juga akan ke Komisi Yudisial. Kami ini seperti melawan ‘Gurita Hukum’,” pungkas Sumarna.
Kita nantikan saja bagaimanakah nasib sengketa tanah Suratno dalam melawan ‘Gurita Hukum’ dan mencari keadilan.