Makar !!! Negara Federal Republik Papua Barat

WWW.JOURNALREPORTASE.COM, JAKARTA- Kota Jayapura, Setelah surat pertama tak direspon, kelompok yang mengatasnamakan Negara Federal Republik Papua Barat (NFRPB) kembali bersurat ke Presiden Joko Widodo. Isinya juga tak berbeda jauh dengan sebelumnya yakni menawarkan upaya perundingan untuk mengakui sebuah negara di Papua.

“Ini surat Presiden NFRPB, Forkorus Yaboi Sembut tahap kedua terkait dengan perundingan damai antara NKRI dan NFRPB. Surat tersebut telah diantar ke Jakarta pada 7 Maret lalu dengan 40 tembusan,” kata Elias Ayakeding yang menjabat sebagai Kepala Kepolisian Negara Federal di Prima Garden Abepura, Senin (3/4).

Dalam surat ini disebutkan enam poin dasar pengajuan surat perundingan yakni pertama hasil ketetapan Kongres Rakyat Papua (KRP) III tertanggal 17 – 19 Oktober 2011 di Lapangan Zakeus, Abepura.

Kedua, berdasar UDI, NRFPB secara otomatis telah mendapat predikat subjek internasional yang dikenal dengan Belligerent yang berarti negara yang sedang berjuang untuk mendapat pengakuan dan peralihan kedaulatan administrasi pemerintahan atas wilayah dan rakyatnya.

Ketiga deklarasi sepihak atau Unilateral Declaration of Independence (UDI) Bangsa Papua di Negeri Papua Barat pada tanggal 19 Oktober 2011 dalam KRP III adalah dasar hukum kebisaan internasional (Internasional Custom Law) yang mendorong terbentuknya NFRPB.

Keempat dengan UDI, Bangsa Papua di Papua Barat dan NFRPB sebagai subjek hukum internasional yang baru muncul maka, New York Agreement sebagai hukum perjanjian internasional antara pemerintah Belanda dan pemerintah Indonesia dinyatakan hilang dan tidak berlaku lagi. Karena Papua Barat, mantan wilayah koloni Nederlands Nieuw Guinea sebagai objek perjanjian internasional sesuai dengan Viena Convention on the Law of Treaties Between states 1969.

“Kelima UDI Bangsa Papua adalah pernyataan pemulihan kemerdekaan atas mantan wilayah koloni Nederlands Nieuw Guinea (Papua Belanda) yang dianeksasi oleh Pemerintah Indonesia. NFRPB tidak mencaplok wilayah Nederlands indisch ( Hindia Belanda) yang adalah wilayah NKRI dan itu sangat jelas,” ujar Forkorus dalam rilis yang dibacakan Elias Ayakeding.

Dan keenam Indonesia juga menyatakan kemerdekaan dengan menempuh jalan yang sama, melalui unilateral act atau pernyataan sepihak dalam bentuk proklamasi kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945 dan secara otomatis mendapat predikat subjek hukum internasional yang dikenal dengan belligerent.

“Surat pertama sudah disampaikan sejak tahun 2012 yang ditujukan pada Presiden SBY yang isinya tentang perundingan damai namun belum mendapat tanggapan. Ini surat penawaran tahap kedua dengan isinya sama yakni perundingan damai,” tambah Ayakeding.

Dikatakan, apabila surat kali ini kembali mentok maka akan ada surat terakhir yang bersifat desakan. Surat kali ini isinya resolusi dan penegasan namun belum termasuk desakan. “Kami memberikan deadline waktu,” tegasnya.

Disinggung soal kelompok lain yang juga berjuang dengan cara lain namun untuk tujuan yang sama, kata Ayakediang kelompok tersebut tak masuk dalam NFRPB sebab upaya yang lebih dikedepankan pada diplomasi damai sesuai piagam PBB.

“Kelompok lain berbeda dengan NFRPB. Kami tetap berpatokan pada Kongres Papua II yang Direkomendasikan adalah damai lewat negara federal dan kami tak bicara referendum melainkan pengakuan,” tambahnya.

Pihaknya mempertegas bahwa NFRPB adalah negara dan bukan kelompok seperti ULMPW sehingga negara tidak bisa dibawa masuk ke kelompok. “Kalau ada yang berbicara soal NFRB itu penyampaian personal dan bukan atas nama Negara. Edison Waromi, Markus Haluk, Jacob Rumbiak, maupun Otto Mote adalah kelompok yang inkonsisten terhadap deklarasi 19Oktober 2011 sehingga ini bagian dari penegasannya,” imbuh Ayakeding.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *